Home » » Tumbuh Kembang dan Dinamika BDS di Indonesia

Tumbuh Kembang dan Dinamika BDS di Indonesia

Written By data on Thursday, 16 January 2014 | 21:10


BDS INDONESIA: TUMBUH KEMBANG DALAM DINAMIKA KETIDAK PASTIAN
Oleh:
Noer Soetrisno

Tulisan ini sengaja dipersiapkan menyongsong UKM SUMMIT and AWARDS 2012 yang diselenggarakan di Solo dalam bulan Februari ini. Bagi kita yang memiliki catatan pengalaman ini memang mengesankan dan sekaligus membanggakan kalau hari ini setelah sebelas tahun kemudian di Universitas yang sama Sebelas Maret terjadi dialog kembali tentang arti penting BDS dan industri jasa perusahaan bagi kemajuan UKM di tanah air. Jujur, ajakan Saudara Samsulhadi untuk mengingat kembali  tongak-tonggak  perjalanan itu merangsang saya untuk mencatat kembali perjalanan itu agar dapat dipahami generasi baru. Judul ini memang sedikit terkesan melankolis dan menggugat, karena perjalanan kita penuh dengan masa-masa interupsi, sehingga apa yang dibayangkan ketika memulai di tengah jalan terputus dan hanya berjalan sendiri.

Gagasan Business Development Service ketika itu (2000) masih asing dan dipandang sebagai binatang apa lagi? Karena standar pemahaman ketika itu adalah KUD, Koperasi dan sedikit bau Asosiasi bahkan ada yang mereduksi dengan kata yang terlalu jamak “KELEMBAGAAN”. Pandangan itu sebanarnya   tidak (mau tahu) memahami bahwa UKM itu ada dan harus hidup dan tidak cukup dengan lembaga yang ada ketika itu, karena dia itu bukan lembaga dan belum tentu tumbuh menjadi lembaga apalagi entitas dalam  pengertian modern. Tetapi pasar dan usaha tetap membutuhkan kemajuan dan jasa yang diperlukan untuk maju. Korporasi besar memiliki divisi pengembangan bisnis, tetapi rakyat kecil dan orang kebanyakan yang mau terjun bebas ke kancah persaingan pasar siapa yang memberinya?

Penulis hanya menemukan satu catatan tua dari Pertemeuan UNCTAD (United Nations on Trade And Development) di Genewa yang mencatat dalam catatan kaki bahwa “ada baiknya pengembangan UKM memperhatikan pendekatan klaster dengan segala instrumenya yang telah berhasil menjadikan klaster industri kapal dan pelayaran di Norwegia sebagai model tertua. Dan sejak itu penulis berpikir keras dengan memadukan pengalaman ekonomi regional di tanah air serta proses industrialisasi yang selalu mendapati peminggiran industri kecil. Hasilnya ternyata karena semua pembangunan untuk rakyat (termasuk industri kecil: ikm dan ukm), pengembanganya di tanah air hanya dilandaskan pada bangunan/mesin (investasi fisik), bimbingan pemerintah (tidak berlanjut bukan selera pasar) dan ketiadaan industri jasa perusahaan yang kuat. Itulah yang melahirkan gagasan tiga pilar pendekatan klaster (sentra sebagai entri): BDS (industri jasa perusahaan), SDM(akulturasi kebijakan baru) dan MAP(modal segera sebelum masuk industri keuangan).

BDS secara khusus terkait dengan UNS dengan kota Solo, karena ketika gagasan BDS disampaikan di Solo (2000) spontan mendapat dukungan menjadi untuk siap menjadi BDS-Provider yakni LPM-UNS (Dr Ravik Karsidi) dan PT SWASTAMA (Hardono) yang sebenarnya menjadi modal dasar karena elemen baru pendekatan BDS yakni Pusat Ilmu (Perguruan Tinggi) dan Pusat Bisnis (Sektor Perusahaan) sudah tertarik oleh Gagasan Baru BDS. Sebelumnya selama berpuluh tahun sejak  merdeka Indonesia mengandalkan Penyuluh Pemerintah  dan Koperasi (Bergantung Penyuluh Pemerintah) untuk kemajuan ekonomi rakyat yang jumlahnya berjuta-juta.  Inilah sejarah awal diakuinya gagasan BDS yang disaksikan oleh tokoh BDS-UKM Dunia Ed Canella dari Philipina.

Kemudian gagasan pendekatan klaster-ukm melalui sentra sentra ukm digerakkan dan dirumuskan ke dalam program pemerintah. Alhamdulilah meskipun umur Pemerintahan Gus Dur pendek, BPS-KPKM (Badan Pengembangan Sumberdaya Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah) telah berhasil memasukkan Medium Term Plan of Action  on SME  (MTAP) ke dalam UU 25/2000) tentang PROPENAS sehingga Klaster dan BDS mempunyai kekuatan hukum untuk tetap dijalankan Pemerintah meskipun ganti pemerintahan.

BPS-KPKM hanya berumur satu setengah tahun (Juli 2001 ditiadakan, Desember 2001 menutup kegiatanya dan melikwidasi kelembagaan yang tercatat dalam arsip negara). Program klaster akhirnya dilanjutkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM oleh suatu Kedeputian Baru yang diberi nama Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha). Tetapi institusi itu telah melahirkan program yang tidak bisa berhenti, dana yang tidak bisa disentuh kecuali pemilinya dan semangat yang menggelora untuk terus bergerak, baik generasi pendiri, lanjutan dan generasi baru. BPS-KPKM akhirnya melahirkan dua jalur perubahan baru yang langsung terasa dan satu pengaruh tidak langsung lang dapat dilihat dalam dokuman legal berikutnya meskipun tanpa disebutkan sumbernya.

Design lembaga BPS-KPKM sendiri sejak semula (ketika penulis menyusun bersama MENSESNEG ketika itu Dr Alirahman) akan dievaluasi untuk waktu tiga tahun dan diharapkan seperti Badan Layanan Jasa Perusahaan Plus yang Kwasi Pemerintah, artinya adanya Board/Dewan Stakeholder dan dukungan oleh Pemerintah sementara yang bekerja adalah kaum profesional. Tetapi takdir berkata lain BPS-KPKM harus ditiadakan sebelem masa uji-kerja tiga tahun berakhir, dan hingga tahun 2004 sebenarnya belum jelas format apa yang akan bisa dititipi cita-cita BPS-KPKM, karena ternyata Kementerian KUKM bukan menjadi lembaga yang sama dan terlalu banyak tugas lain yang masih ingin dilanjutkan.

Tetapi karena konsep  BDS yang menggunakan pendekatan pasar tak akan kehilangan ceruk untuk tumbuh. Selama masa transisi sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap gagasan itu BDS saya jadikan mitra dan penghela klaster, terutama yang masuk dalam masa pemeliharaan pematangan menuju pelayanan pasar biasa melaui program MTAP antar kementerian dan International Agencies. Dari MTAP masuklah BDS menjadi dikenal oleh program sektor kelautan dan dand iterima kembali sebagai bagian dari program pembangunan industri kecil mennengah Departemen Perindustrian. Kemudian melalui Kordinasi MENKO KESRA ketika itu BDS diterima menjadi pilar dalam pengembangan pembiayaan UKM melalui program KKMB (Konsultan Keuangan Mitra Bank). 

Memasuki tahun 2004 ada tonggak baru yang menjadi jalan memasukkan kembali gagasan BPS-KPKM ke dalam lembaga Pemerintah, karena lahir UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara yang membuka peluang dibentuknya Badan Layanan Umum (BLU) yang dimiliki dan dibiayai oleh Pemerintah (APBN) tetapi dikelola sesuai prinsip korporasi, bahkan oleh kaum profesioanl. Jalan ada tetapi belum cukup, karena UU 1/2004 hanya menyebut dua hal mencerdaskan kehidupan bangsa dan kesejahteraan masyarakat, belum ada ruang untuk pemberdayaan UKM. Tetapi karena posisi strategis SME dalam negosiasi program keuangan dengan lembaga donor terutama Jepang, maka kedekatan kita dengan Departemen Keuangan (termasuk masukan melalui MTAP), memungkinkan memasukan unsur bantuan pemberdayaan ke dalam format BLU dan ditampung ke dalam PP 23//2005.  Dan inilah pintu jalan yang memaksa lahirnya BLU Kementerian Koperasi dan UKM dalam dua bentuk yaitu: BLU-LPDP (Lembaga Pengelola Dana Bergulir), dan LLP-KUKM (Lembaga Layanan Pemasaran) SME-Tower Management.

Perjuangan masih terus berlanjut meskipun masa 2005-2009 adalah masa pahit bagi BDS, karena Propenas sudah habis dan BDS dianggap teman belum jelas, lawan tidak tetapi ketika tidak muncuk dicuci habis. Kembali  lagi selain Asosiasi BDS dipertahankan kita mencoba mendekati sektor non KKUKM dan ternyata dapat menyambung denyut BDS, termasuk keberadaan KKMB yang dapat menjadi ruang gerak di daearah. Secara pribadi saya mencoba membawa jasa perusahaan ke dalam industri baru yang saya anggap berdekatan yakni Real Estate (khususnya Perumahan Rakyat). Hasilnya untuk industri Properti Besar memang berhasil mendorong jasa Real Estate Broker, tetapi untuk industri properti rumah rakyat belum memuaskan, meskipun tercatat beberapa koperasi masuk ke dalam pembiayaan perumahan. Pengalaman ini meyakinkan penulis bahwa jasa perusahaan harus ditumbuhkan di berbagai lini yang mengusahan pengembangan ekonomi dan kegiatan skala kecil.

Namun demikian di sisi legislasi pengaruh gagasan pengembangan BDS tidak hilang karena akhirnya “Layanan Pengembangan Usaha” (Business Development Services) masuk ke dalam Pasal-Pasal UU 20/2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Layanan Pengembangan Usaha telah memiliki dasar legal sebagai instrumen penting pemberdayaan dan pembangunan UMKM. Dengan demikian kita mencatat kemajuan di berbagai front, meskipun pola pengasuhan pemerintah tidak teratur, pasang surut dan posisi partnership  yang berubah-ubah. Tetapi itu biarlah berlalu sebagai bagian dari dinamika perjuangan,  dan kini BDS sebagai produk (jasa) dan Lembaga penyedia jasa  (Produk) sudah kokoh kedudukanya, kehadiran secara politik dan pasar sudah hadir baik nasional maupun internasional. Secara riel kita harus mulai menakar kemajuan sumbangan riel BDS dalam  penciptaan nilai tambah kemajuan perekonomian bangsa, baik untuk keseluruhan sektor perekonomian maupun umkm.

Pada dasarnya dalam pendekatan yang dahulu ingin diwariskan oleh BPS-KPKM adalah sebuah pendekatan pengembangan ukm yang menjadi penghela, jembatan dan sekaligus pilar pemberdayaan ekonomi rakyat.  Maka thema yang pernah saya tulis adalah “EKONOMI RAKYAT DAN  UKM DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA: SUMBANGAN BAGI ANALISIS STRUKTURAL”. Tiga pilar pengembangan dalam Layanan Pengembangan Usaha (Assosiatif Jasa Keahlian Pasar), Lembaga Keuangan (Special Purpose Financial Institution) dan  BLU ( Badan Layanan Umum sebagai Special Purpose Vehicle Pelayanan Kebutuhan Kecerdasan-Keberdayaan-Kesejahteraan Rakyat). Sistem ini dari dahulu diyakini  mempunyai ciri dan semangat self governing mechanism (mekanisme mengatur sendiri sesuai dengan kebutuhanya lingkungan dan zamanya).

Hari ini bagi saya BPS-KPKM dalam wujud nyatanya dapat ditampung dalam satu wadah BLU, oleh karena itu advokasi generik penulis (Noer Soetrisno) dalam Kapasitas apapun mengajak PEMDA membentuk BLU untuk tujuan khusus misalnya Pemberdayaan KUMKM, Perumahan, Pemberdayaan Petani  Kecil dan sudah barang tentu pilar hajat dasar pendidikan dan kesehatan. Khusus UMKM BLU untuk maksud ini  dapat persisi mengadopsi tugas BPS-KPKM tempo dulu. Ada baiknya juga Kementerian Koperasi dan UKM menyatukan BLU-KMKUKM menjadi satu kesatuan pembiayaan, pemasaran dan layanan pengembangan usaha (termasuk pendidikan-pemberdayaan). Inilah harapan dan pikiran penulis tentang hari depan model yang mempercepat pemberdayaan ekonomi rakyat.

Majulah BDS, majulah perjuangan memajukan kehidupan orang banyak dengan cara bermartabat dalam pergaulan manusia di muka bumi. Selamat berjuang.

Surakarta, Februari 2012.   

Let's TRADING