BDS INDONESIA: TUMBUH KEMBANG DALAM DINAMIKA KETIDAK PASTIAN
Oleh:
Noer
Soetrisno
Tulisan ini sengaja
dipersiapkan menyongsong UKM SUMMIT and AWARDS 2012 yang diselenggarakan di
Solo dalam bulan Februari ini. Bagi kita yang memiliki catatan pengalaman ini
memang mengesankan dan sekaligus membanggakan kalau hari ini setelah sebelas
tahun kemudian di Universitas yang sama Sebelas Maret terjadi dialog kembali
tentang arti penting BDS dan industri jasa perusahaan bagi kemajuan UKM di
tanah air. Jujur, ajakan Saudara Samsulhadi untuk mengingat kembali tongak-tonggak perjalanan itu merangsang saya untuk mencatat
kembali perjalanan itu agar dapat dipahami generasi baru. Judul ini memang
sedikit terkesan melankolis dan menggugat, karena perjalanan kita penuh dengan
masa-masa interupsi, sehingga apa yang dibayangkan ketika memulai di tengah
jalan terputus dan hanya berjalan sendiri.
Gagasan Business
Development Service ketika itu (2000) masih asing dan dipandang sebagai binatang
apa lagi? Karena standar pemahaman ketika itu adalah KUD, Koperasi dan sedikit
bau Asosiasi bahkan ada yang mereduksi dengan kata yang terlalu jamak
“KELEMBAGAAN”. Pandangan itu sebanarnya tidak (mau tahu) memahami bahwa UKM itu ada
dan harus hidup dan tidak cukup dengan lembaga yang ada ketika itu, karena dia
itu bukan lembaga dan belum tentu tumbuh menjadi lembaga apalagi entitas
dalam pengertian modern. Tetapi pasar
dan usaha tetap membutuhkan kemajuan dan jasa yang diperlukan untuk maju.
Korporasi besar memiliki divisi pengembangan bisnis, tetapi rakyat kecil dan
orang kebanyakan yang mau terjun bebas ke kancah persaingan pasar siapa yang
memberinya?
Penulis hanya
menemukan satu catatan tua dari Pertemeuan UNCTAD (United Nations on Trade And
Development) di Genewa yang mencatat dalam catatan kaki bahwa “ada baiknya
pengembangan UKM memperhatikan pendekatan klaster dengan segala instrumenya
yang telah berhasil menjadikan klaster industri kapal dan pelayaran di Norwegia
sebagai model tertua. Dan sejak itu penulis berpikir keras dengan memadukan
pengalaman ekonomi regional di tanah air serta proses industrialisasi yang
selalu mendapati peminggiran industri kecil. Hasilnya ternyata karena semua
pembangunan untuk rakyat (termasuk industri kecil: ikm dan ukm), pengembanganya
di tanah air hanya dilandaskan pada bangunan/mesin (investasi fisik), bimbingan
pemerintah (tidak berlanjut bukan selera pasar) dan ketiadaan industri jasa
perusahaan yang kuat. Itulah yang melahirkan gagasan tiga pilar pendekatan
klaster (sentra sebagai entri): BDS (industri jasa perusahaan), SDM(akulturasi
kebijakan baru) dan MAP(modal segera sebelum masuk industri keuangan).
BDS secara khusus
terkait dengan UNS dengan kota Solo, karena ketika gagasan BDS disampaikan di
Solo (2000) spontan mendapat dukungan menjadi untuk siap menjadi BDS-Provider
yakni LPM-UNS (Dr Ravik Karsidi) dan PT SWASTAMA (Hardono) yang sebenarnya
menjadi modal dasar karena elemen baru pendekatan BDS yakni Pusat Ilmu
(Perguruan Tinggi) dan Pusat Bisnis (Sektor Perusahaan) sudah tertarik oleh
Gagasan Baru BDS. Sebelumnya selama berpuluh tahun sejak merdeka Indonesia mengandalkan Penyuluh
Pemerintah dan Koperasi (Bergantung
Penyuluh Pemerintah) untuk kemajuan ekonomi rakyat yang jumlahnya berjuta-juta.
Inilah sejarah awal diakuinya gagasan
BDS yang disaksikan oleh tokoh BDS-UKM Dunia Ed Canella dari Philipina.
Kemudian gagasan
pendekatan klaster-ukm melalui sentra sentra ukm digerakkan dan dirumuskan ke
dalam program pemerintah. Alhamdulilah meskipun umur Pemerintahan Gus Dur
pendek, BPS-KPKM (Badan Pengembangan Sumberdaya Koperasi Pengusaha Kecil dan
Menengah) telah berhasil memasukkan Medium Term Plan of Action on SME
(MTAP) ke dalam UU 25/2000) tentang PROPENAS sehingga Klaster dan BDS
mempunyai kekuatan hukum untuk tetap dijalankan Pemerintah meskipun ganti
pemerintahan.
BPS-KPKM hanya
berumur satu setengah tahun (Juli 2001 ditiadakan, Desember 2001 menutup
kegiatanya dan melikwidasi kelembagaan yang tercatat dalam arsip negara).
Program klaster akhirnya dilanjutkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM oleh
suatu Kedeputian Baru yang diberi nama Deputi Bidang Restrukturisasi dan
Pengembangan Usaha). Tetapi institusi itu telah melahirkan program yang tidak
bisa berhenti, dana yang tidak bisa disentuh kecuali pemilinya dan semangat
yang menggelora untuk terus bergerak, baik generasi pendiri, lanjutan dan
generasi baru. BPS-KPKM akhirnya melahirkan dua jalur perubahan baru yang
langsung terasa dan satu pengaruh tidak langsung lang dapat dilihat dalam
dokuman legal berikutnya meskipun tanpa disebutkan sumbernya.
Design lembaga
BPS-KPKM sendiri sejak semula (ketika penulis menyusun bersama MENSESNEG ketika
itu Dr Alirahman) akan dievaluasi untuk waktu tiga tahun dan diharapkan seperti
Badan Layanan Jasa Perusahaan Plus yang Kwasi Pemerintah, artinya adanya Board/Dewan
Stakeholder dan dukungan oleh Pemerintah sementara yang bekerja adalah kaum
profesional. Tetapi takdir berkata lain BPS-KPKM harus ditiadakan sebelem masa
uji-kerja tiga tahun berakhir, dan hingga tahun 2004 sebenarnya belum jelas
format apa yang akan bisa dititipi cita-cita BPS-KPKM, karena ternyata
Kementerian KUKM bukan menjadi lembaga yang sama dan terlalu banyak tugas lain
yang masih ingin dilanjutkan.
Tetapi karena
konsep BDS yang menggunakan pendekatan
pasar tak akan kehilangan ceruk untuk tumbuh. Selama masa transisi sebagai orang
yang bertanggung jawab terhadap gagasan itu BDS saya jadikan mitra dan penghela
klaster, terutama yang masuk dalam masa pemeliharaan pematangan menuju
pelayanan pasar biasa melaui program MTAP antar kementerian dan International
Agencies. Dari MTAP masuklah BDS menjadi dikenal oleh program sektor kelautan
dan dand iterima kembali sebagai bagian dari program pembangunan industri kecil
mennengah Departemen Perindustrian. Kemudian melalui Kordinasi MENKO KESRA ketika
itu BDS diterima menjadi pilar dalam pengembangan pembiayaan UKM melalui
program KKMB (Konsultan Keuangan Mitra Bank).
Memasuki tahun 2004
ada tonggak baru yang menjadi jalan memasukkan kembali gagasan BPS-KPKM ke
dalam lembaga Pemerintah, karena lahir UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara
yang membuka peluang dibentuknya Badan Layanan Umum (BLU) yang dimiliki dan
dibiayai oleh Pemerintah (APBN) tetapi dikelola sesuai prinsip korporasi,
bahkan oleh kaum profesioanl. Jalan ada tetapi belum cukup, karena UU 1/2004
hanya menyebut dua hal mencerdaskan kehidupan bangsa dan kesejahteraan
masyarakat, belum ada ruang untuk pemberdayaan UKM. Tetapi karena posisi
strategis SME dalam negosiasi program keuangan dengan lembaga donor terutama
Jepang, maka kedekatan kita dengan Departemen Keuangan (termasuk masukan
melalui MTAP), memungkinkan memasukan unsur bantuan pemberdayaan ke dalam
format BLU dan ditampung ke dalam PP 23//2005.
Dan inilah pintu jalan yang memaksa lahirnya BLU Kementerian Koperasi
dan UKM dalam dua bentuk yaitu: BLU-LPDP (Lembaga Pengelola Dana Bergulir), dan
LLP-KUKM (Lembaga Layanan Pemasaran) SME-Tower Management.
Perjuangan masih
terus berlanjut meskipun masa 2005-2009 adalah masa pahit bagi BDS, karena
Propenas sudah habis dan BDS dianggap teman belum jelas, lawan tidak tetapi
ketika tidak muncuk dicuci habis. Kembali
lagi selain Asosiasi BDS dipertahankan kita mencoba mendekati sektor non
KKUKM dan ternyata dapat menyambung denyut BDS, termasuk keberadaan KKMB yang
dapat menjadi ruang gerak di daearah. Secara pribadi saya mencoba membawa jasa
perusahaan ke dalam industri baru yang saya anggap berdekatan yakni Real Estate
(khususnya Perumahan Rakyat). Hasilnya untuk industri Properti Besar memang
berhasil mendorong jasa Real Estate Broker, tetapi untuk industri properti
rumah rakyat belum memuaskan, meskipun tercatat beberapa koperasi masuk ke
dalam pembiayaan perumahan. Pengalaman ini meyakinkan penulis bahwa jasa
perusahaan harus ditumbuhkan di berbagai lini yang mengusahan pengembangan
ekonomi dan kegiatan skala kecil.
Namun demikian di
sisi legislasi pengaruh gagasan pengembangan BDS tidak hilang karena akhirnya
“Layanan Pengembangan Usaha” (Business Development Services) masuk ke dalam
Pasal-Pasal UU 20/2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Layanan
Pengembangan Usaha telah memiliki dasar legal sebagai instrumen penting
pemberdayaan dan pembangunan UMKM. Dengan demikian kita mencatat kemajuan di
berbagai front, meskipun pola pengasuhan pemerintah tidak teratur, pasang surut
dan posisi partnership yang
berubah-ubah. Tetapi itu biarlah berlalu sebagai bagian dari dinamika
perjuangan, dan kini BDS sebagai produk
(jasa) dan Lembaga penyedia jasa
(Produk) sudah kokoh kedudukanya, kehadiran secara politik dan pasar
sudah hadir baik nasional maupun internasional. Secara riel kita harus mulai
menakar kemajuan sumbangan riel BDS dalam
penciptaan nilai tambah kemajuan perekonomian bangsa, baik untuk
keseluruhan sektor perekonomian maupun umkm.
Pada dasarnya dalam
pendekatan yang dahulu ingin diwariskan oleh BPS-KPKM adalah sebuah pendekatan
pengembangan ukm yang menjadi penghela, jembatan dan sekaligus pilar
pemberdayaan ekonomi rakyat. Maka thema
yang pernah saya tulis adalah “EKONOMI RAKYAT DAN UKM DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA: SUMBANGAN
BAGI ANALISIS STRUKTURAL”. Tiga pilar pengembangan dalam Layanan Pengembangan
Usaha (Assosiatif Jasa Keahlian Pasar), Lembaga Keuangan (Special Purpose
Financial Institution) dan BLU ( Badan
Layanan Umum sebagai Special Purpose Vehicle Pelayanan Kebutuhan
Kecerdasan-Keberdayaan-Kesejahteraan Rakyat). Sistem ini dari dahulu
diyakini mempunyai ciri dan semangat
self governing mechanism (mekanisme mengatur sendiri sesuai dengan kebutuhanya
lingkungan dan zamanya).
Hari ini bagi saya
BPS-KPKM dalam wujud nyatanya dapat ditampung dalam satu wadah BLU, oleh karena
itu advokasi generik penulis (Noer Soetrisno) dalam Kapasitas apapun mengajak
PEMDA membentuk BLU untuk tujuan khusus misalnya Pemberdayaan KUMKM, Perumahan,
Pemberdayaan Petani Kecil dan sudah
barang tentu pilar hajat dasar pendidikan dan kesehatan. Khusus UMKM BLU untuk
maksud ini dapat persisi mengadopsi
tugas BPS-KPKM tempo dulu. Ada baiknya juga Kementerian Koperasi dan UKM
menyatukan BLU-KMKUKM menjadi satu kesatuan pembiayaan, pemasaran dan layanan
pengembangan usaha (termasuk pendidikan-pemberdayaan). Inilah harapan dan pikiran
penulis tentang hari depan model yang mempercepat pemberdayaan ekonomi rakyat.
Majulah BDS, majulah perjuangan memajukan
kehidupan orang banyak dengan cara bermartabat dalam pergaulan manusia di muka
bumi. Selamat berjuang.
Surakarta, Februari
2012.


